STAY WITH “ALAM”

Kehidupan manusia adalah skenario yang telah ditetapkan oleh sang penentu. Baik dan buruk kehidupan harus dilakukan oleh setiap manusia, layaknya seorang tokoh dalam film. Manusia berusaha semaksimal mungkin untuk menjadi pemeran yang terbaik, dan senantiasa mengikuti alur cerita dan aturan dari Tuhan sebagai penentu kehidupan. Namun, bukan berarti manusia harus pasrah pada kehidupan yang dilakoninya. Karena, Tuhan pun memberi kebebasan kepada manusia untuk berusaha dan melakukan segala sesuatu untuk hidupnya agar menjadi lebih baik. 

Perjalanan yang telah ditempuh dua bersaudara Kirana dan Faris demi meraih apa yang mereka inginkan kini kian mendekat. Layaknya sebuah putaran dalam perlombaan, kini hanya tinggal tiga putaran menuju garis finish, saat tiba pada garis akhir nanti maka semuanya akan berakhir. Tidak, skenario kehidupan belum berakhir apabila manusia belum mati. Tapi, hanya akan berganti dengan cerita yang baru dan masalah yang baru lagi. Terus seperti itu hingga sang penentu kehidupan ingin menghentikan ceritanya dengan kematian. 

Pada pagi yang cerah disuatu desa dengan kondisi lingkungan yang asri, hasil bumi dan sumberdaya yang melimpah ruah, memancing pihak luar (penjajah) untuk menguasai wilayah tersebut. Namun, jalur damai yang gagal ditempuh mengakibatkan penjajah berbuat anarkis untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Penduduk tidak menyetujui perundingan tersebut karena dalam perundingan itu penjajah ingin menguasai sumberdaya alam di wilayah tersebut. Warga khawatir kalau perundingan itu disetujui maka penjajah akan berbuat semena-mena terhadap wilayah mereka. Oleh sebab itu, warga mati-matian mempertahankan wilayah mereka demi menjaga kelestarian lingkungan dan sumberdaya alam yang ada. Dan terjadilah sebuah insiden yang tidak pernah terduga sebelumnya. 

Pada malam yang gelap dimasa yang jauh sebelum Masehi tercipta. Para penjajah membuat perjanjian baru yang isinya sama-sama menguntungkan kedua belah pihak, tapi para penduduk bersikukuh menolak perjanjian itu. Penjajah merasa terhina karena penolakan yang dilakukan berkali-kali, tanpa diduga oleh warga desa penjajah melakukan penyerangan secara langsung. Setelah melakukan penyerangan penjajah menyandera pemimpin desa tersebut, penjajah mengancam warga apabila tidak mau menuruti perintah para penjajah maka peimimpin desa akan dibunuh. Warga desa dipaksa untuk menyerahkan semua sumberdaya alam yang mereka miliki, termasuk lahan jati yang selama ini menjadi mata pencaharian utama para warga harus dibabat habis dan diserahkan kepada penjajah untuk dikirim ke wilayah penjajah. Berbulan-bulan sudah warga bersabar menghadapi para penjajah, tapi setiap manusiapun memiliki batas dalam bersabar seperti halnya kesabaran yang dimiliki warga kini sudah sampai pada batasnya. 

Hingga suatu malam dua bersaudara berlari dari kejaran para penjajah menuju hutan belantara, mereka bersembunyi untuk memikirkan nasib dan keselamatan penduduk desa yang berjumlah kurang lebih 20 kepala keluarga. Sesampainya di hutan keduanya mencari tempat persembunyian dan tidak lamamencari mereka menemukan sebuah tempat persembunyian yang ternyata di dalamnya ada beberapa warga desa yang juga bersembunyi dari penjajah. Mereka berunding dan merencanakan suatu strategi untuk menghadapi para penjajah. Rencana awal mereka adalah membagi warga menjadi tiga kelompok, kelompok pertama terdiri dari empat orang sebagai umpan, kelompok kedua terdiri dari lima orang bertugas menyelamatkan pemimpin desa yang masih menjadi sandera para penjajah dan kelompok ketiga terdiri dari dua orang yaitu Faris dan Kirana mereka bertugas untuk mencuri senjata di gudang persenjataan para penjajah. 

Kelompok pertama berjalan menuju perbatasan dan melakukan penyerangan dengan alat seadanya untuk mengalihkan perhatian penjajah, setelah perhatian para penjajah teralihkan kelompok kedua berusaha masuk kedalam markas untuk menyelamatkan warga yang masih menjadi sandera dan menyuruh mereka untuk berlari terlebih dahulu kedalam hutan untuk bersembunyi karena kelompok kedua akan membantu kelompok pertama yang hampir kalah. Dan pada saat itu juga kelompok ketiga masuk kedalam tempat penyimpanan senjata untuk mencuri senjata, setelah banyak senjata yang terkumpul dan situasi cukup memungkinkan, mereka berlari kedalam hutan untuk bersembunyi. Sesampainya di hutan mereka terkejut mendengar bahwa sembilan temannya menjadi sandera. Akhirnya keduanya berinisiatif melakukan penyerangan pada markas utama dengan rencana yang lebih matang. Rencana pertama yakni melatih warga yang dirasa mampu melakukan pertempuran, setelah dirasa kekuatan sudah memumpuni, mereka menyusun rencana pergerakan secara gerilya yakni dengan memasang jebakan sebanyak mungkin dijalur pertempuran yang telah direncanakan. 

Hari pertempuran telah tiba, dengan pasukan yang minim mereka berusaha menjalankan sistem gerilya yang telah mereka rencanakan, pertama mereka memancing pasukan penjajah untuk masuk ke dalam hutan agar terperangkap ke dalam jebakan yang telah terpasang, dengan demikian pasukan yang berjumlah lima puluh orang dipecah menjadi dua bagian, dua puluh pasukan pertama yang dipimpin Faris berlari menuju markas utama untuk menyerang dan menyelamatkan sembilan orang sandera. Kemudian pasukan kedua yang berjumlah tiga puluh orang yang dipimpin oleh Kirana berusaha tidak menyianyiakan kesempatan untuk mengalahkan para penjajah dengan sistem gerilya. Setelah banyak pasukan penjajah yang terbunuh oleh 

perangkap yang telah terpasang, disaat yang bersamaan tiga puluh pasukan tersebut membombardir sisa tentara penjajah yang masih hidup dengan martil, granat, bom, dan seluruh peralatan perang yang telah mereka miliki. 

Dengan cara seperti itulah seluruh pasukan penjajah yang berjumlah ribuan hampir seluruhnya terbunuh oleh tiga puluh pasukan penduduk desa. Disisi lain, diwaktu yang bersamaan markas utama diporak-porandakan oleh pasukan yang dipimpin langsung oleh Faris, dengan demikian jenderal Steve John Key tewas terbunuh ditangan Faris. Sembilan sandera terselamatkan tanpa adanya luka yang berarti. Setelah kedua pasukan berkumpul, mereka kemudian berjalan menuju desa yang telah diporak-porandakan oleh para penjajah. 

Sesampainya penduduk di desa, mereka sedih melihat desanya, desa yang dulunya asri, indah kini telah hancur. Sungai-sungai yang dulunya bersih kini menjadi kotor dan tercemar, lahan jati yang dulunya menjadi mata pencaharian utama kini telah tiada. Dalam hati para warga terbesit sebuah penyesalan karena tidak melawan para penjajah dan lingkungan desa yang selama ini mereka rawat dan jaga kini tidak keindahan dan keasriannya lagi. Wargapun bangkit dari rasa bersalah dan penyesalan kepada sang pemberi kehidupan, dan bahu-membahu membangun kembali desanya seperti sedia kala, lalu warga berjanji pada diri sendiri untuk menjaga dan melindungi lingkungan desanya dari tangan-tangan manusia biadab yang ingin menguasai dan merusak lingkungan desanya. 

Biografi Penulis

Fatimatus Shamikha (Vety) lahir di Gresik. 17 Juli 2000. Sekolah Man Mojosari kelas XI Agama 2. Perempuan berdarah Jawa campur Chinese ini sejak kelas 1 Mi tinggal di pesantren Al-Qodiri I Jember lulus tahun 2012. setelah beberapa kali pindah sekolah dan perantren akhirnya raat usia 14 tahun pindah ke Mojosari sampai sekarang. Mempunyai keinginan menjadi penulis yang suluer. dan baru kali ini mempunyal kesempatan untuk memperlihatkan hasil tulinya kekhalayak umum. dalam menulis 

Cerpen ini dibantu oleh ……….. 

Farda Afrina lahir di Mojokerto. 9 Maret 2000. Sekolah Man Mojosari kela, XI Agama 1. tulus SD pada tahun 2012. Dan melanjutkan ke SMPN 2 Ngoro dan lulus pada tahun 2015. Dalam cerpen ini saya hanya membantu Yety untuk memperbaiki ceritanya. 

Catatan penulis : 

Cerita ini hanya sekedar IMAJINASI penulis abalabal reperti kami. apabila pembaca tidak berkenan maka tidak usah dibaca dan jika sudah terlanjur membaca mohon kritik dan sarannya. 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *